Aku Imbi: Refleksi Iman Lokal dalam Bahasa Rupa

Foto: Aku Imbi

Judul:
Aku Imbi

Ukuran: 70 cm x 50 cm

Media: Akrilik on Canvas

Tahun: 2025

Karya berjudul Aku Imbi ini lahir dari sebuah riset kecil yang saya mulai pada awal tahun 2024. Riset itu sederhana, tetapi memiliki kedalaman makna: sebuah pencarian tentang rasa percaya dan keimanan lokal yang dikenal dengan ungkapan tana’n wa awang eta. Dalam istilah Manggarai, ungkapan ini merujuk pada hubungan manusia dengan tanah, dengan langit, dan dengan ruang semesta yang tidak kasatmata. Ia adalah iman yang tidak ditulis dalam kitab, melainkan ditanamkan dalam laku hidup sehari-hari. Saya mencoba memahami ulang kepercayaan itu, tidak hanya sebagai folklor, melainkan sebagai teks budaya yang dapat dibaca ulang melalui bahasa rupa.

Alasan saya mengangkat tema ini sederhana sekaligus rumit: saya percaya bahwa seni rupa tidak hanya berdiri sebagai wacana visual, tetapi juga sebagai ruang tafsir atas nilai-nilai kebudayaan. Iman lokal, yang sering kali direduksi menjadi sekadar mitos, dalam pandangan saya justru merupakan sistem pengetahuan yang kaya. Ia menyimpan etika ekologis, kearifan relasional, dan cara pandang filosofis terhadap eksistensi manusia. Melalui karya ini, saya ingin menegaskan bahwa tradisi lokal bukanlah beban masa lalu, melainkan sumber energi kreatif yang bisa terus diolah.

Proses kreatif Aku Imbi berlangsung panjang dan berlapis. Hampir setahun lebih saya bergulat dengan gagasan ini sebelum akhirnya menorehkannya di atas kanvas. Ada momen-momen keraguan—apakah saya mampu menerjemahkan gagasan abstrak tentang iman lokal ke dalam bentuk rupa? Namun justru di dalam keraguan itulah saya menemukan keyakinan bahwa seni selalu menawarkan jalan alternatif bagi pengetahuan. Setiap warna, garis, dan bidang yang saya hadirkan adalah bagian dari pergulatan batin itu. Akrilik saya pilih bukan sekadar karena sifat teknisnya yang fleksibel dan kuat, melainkan karena ia memberi ruang untuk menghadirkan lapisan-lapisan ekspresi: transparan sekaligus tegas, spontan sekaligus terukur.

Judul Aku Imbi saya pilih dengan pertimbangan makna yang mendalam. Kata Imbi dalam bahasa Manggarai dapat dipahami sebagai diri, inti, atau jiwa yang mengada. Dengan menambahkan kata “Aku”, saya ingin menyatakan bahwa pencarian ini bukan hanya tentang identitas kolektif, tetapi juga tentang perjumpaan saya dengan diri sendiri sebagai manusia dan seniman. Aku Imbi menjadi ruang dialog, di mana pengalaman personal bertemu dengan warisan budaya, di mana tradisi dan modernitas saling menegosiasikan keberadaannya.

Foto: Proses pengerjaan

Makna reflektif dari karya ini saya letakkan pada pertanyaan tentang bagaimana manusia meneguhkan percaya. Bagi saya, percaya tidak hanya hadir dalam institusi agama formal, tetapi juga dalam bahasa simbolik yang diwariskan oleh leluhur. Kepercayaan pada tanah, pada langit, dan pada keterhubungan dengan alam semesta adalah bentuk iman yang tidak kalah luhur. Melalui lukisan ini, saya mencoba merepresentasikan bahwa iman lokal bukan sekadar bayangan masa silam, melainkan cermin yang masih relevan untuk membaca kehidupan hari ini.

Pada akhirnya, Aku Imbi bukan hanya sebuah lukisan berukuran 70 x 50 cm dengan medium akrilik di atas kanvas. Ia adalah catatan perjalanan intelektual sekaligus emosional, catatan yang ditulis bukan dengan tinta di atas kertas, melainkan dengan warna di atas bidang kanvas. Ia adalah refleksi saya sebagai seorang seniman yang juga berangkat dari disiplin bahasa dan sastra, yang meyakini bahwa setiap karya seni adalah teks, dan setiap teks adalah ruang untuk menafsirkan kehidupan.

Dengan demikian, Aku Imbi hadir sebagai penanda: bahwa seni bukan hanya perkara estetika, tetapi juga sebuah upaya membaca, menafsirkan, dan meneguhkan kembali akar budaya yang terus hidup di dalam diri.



Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *